Jepang Hampir Kehilangan Tuhannya ( Pra Meiji )


Jepang pada mulanya sebagai negara terbelakang jauh tertinggal dari negara-negara Barat. Pemerintahan militer Tokugawa untuk mempertahankan politiknya, melakukan politik isolasi dari luar, menghadang pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Menyebabkan ilmu pengetahuan dan teknologi tertinggal jauh, bahkan diberlakukannya kelas-kelas sosial menyebabkan prose modernisasi dan mobilitas sosial mengalami kemandekan. Jepang adalah Negara agraris yang miskin. Negara-negara imperialis yang waktu itu berebut koloni di seluruh dunia pun tidak terlalu tertarik menguasainya. Jepang dianggap tidak mempunyai potensi ekonomi yang signifikan.
Jepang dikuasai oleh Shogunat, yaitu sebuah rezim pemerintahan militer yang dipimpin oleh Shogun, atau lebih dikenal sebagai Bakufu. Shogun Tokugawa telah berkuasa sejak tahun 1603 hingga dimulainya era Meiji yaitu tahun 1868. Kemudian Jepang juga memiliki seorang kaisar, namun kaisar saat itu tidak lebih sebagai symbol, sedangkan kekuasaan de facto ada di tangan Bakufu. Dalam rangka menjaga stabilitas dan menangkal pengaruh dari luar, maka diberlakukan politik isolasi (sakoku) sejak tahun 1639. Hal ini dilakukan agar agama Kristen tidak menyebar sebagai agama di Jepang, namun hanya Belanda yang dapat masuk untuk berdagang bertempat di Nagasaki.


Dalam pemerintahan Tokugawa, Jepang kembali memperhatikan ajaran-ajaran Konfusius, salah satunya adalah Bushido ke dalam kehidupan bangsa Jepang. Bushido dipakai oleh kaum samurai. Dalam kode Bushido, seorang samurai adalah ksatria yang selalu mempertajam keunggulannya dengan belajar dan berlatih . Apabila mereka mengalami kegagalan dalam melaksanakan nilai-nilai tersebut , mereka akan mengambil jalan kehormatan lewat kematian (seppuku). Jepang melaksanakan pendidikannya berdasarkan sistem masyarakat feodal, yaitu pendidikan untuk samurai, petani, tukang, pedagang, serta rakyat jelata. Kegiatan ini dilaksanakan di kuil dengan bimbingan para pendeta Budha yang terkenal dengan sebutan Terakoya (sekolah kuil).
Mendekati akhir kejayaan Tokugawa, para shogun lebih suka hidup bermewah-mewahan, membangun istana-istana yang megah, dan mengumpulkan macam-macam hiasan kesatria samurai. Biaya nya diambil dari rakyat petani miskin sehingga mereka menjadi sengsara. Keresahan juga dipicu oleh Bakufu dalam melihat perkembangan zaman. Dalam rangka menjaga kekuasannya, Tokugawa membagi masyarakat dalam empat kelas, yang tertinggi kaum samurai, kemudian petani, pengrajin, yang paling bawah pedagang. Hal ini bertujuan kelas bawah tidak akan mengganggu kelas atas, kaum pedagang kurang dihargai karena dianggap sebagai kelompok yang tidak memiliki nilai produktif bahkan tidak berlakunya mobilitas sosial. Kaum samurai boleh memakai nama keluarga dan nama kecil serta boleh menggunakan pedang sebanyak dua buah. Kehidupan yang damai dan tenteram selama isolasi membuat peran kaum samurai menjadi tidak berfungsi. Sebaliknya, ekonomi yang berkembang membuat kelas pedagang menjadi kaya raya dan berkuasa, bahkan atas kaum samurai.
Akibat kemiskinan yang melanda, banyak orang-orang Jepang yang merantau meninggalkan negaranya mencari kehidupan baru di Amerika, Brazil atau Peru yang saat itu sedang dalam proses kelahiran suatu negara. Sehingga tidak heran kalau pernah mendengar istilah “Nikei” yaitu sebutan untuk orang Amerika, Brazil, atau Peru keturunan Jepang. Sebelum 1853 Jepang negara yang sangat tertutup dan diperintah dengan cara yang sangat feodalistik. Dorongan modernisasi Jepang berawal dari hadirnya angkatan laut Amerika dibawah pimpinan Laksamana Perry. Laksamana Perry minta pintu gerbang Jepang dibuka dan minta berunding dengan tujuan agar Jepang membuka diri kepada pihak asing, berdagang dan membolehkan kapal asing merapat di pelabuhan Jepang .

Pada bulan Juli 1853, Komodor Perry, seorang pelaut Amerika dengan kapalnya mendekati pelabuhan Jepang dan menghendaki agar diijinkan untuk berdagang. Perry mengatakan dengan tegas dan sopan ”Berikan apa yang kami minta atau kami akan datang dengan kekuatan yang jauh lebih besar”. Tokugawa pada awalnya tidak mau melayani kehendak Perry, akan tetapi daya tembak yang diperlihatkan kapal-kapal Amerika Serikat memaksa Jepang akhirnya melayaninya juga.Ia bahkan membawakan berbagai hadiah berupa satu peti pistol revolver, kamera foto, mesin telegraf, sampanye,dan mainan lokomotif. Orang-orang Jepang menerimanya dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Mulai saat itu bangsa Jepang terbuka matanya bahwa ada kekuatan-kekuatan besar diluar mereka. Semangat Bushido para samurai dengan pedang-pedangnya ditantang untuk mampu melawan kekuatan Amerika, orang kulit putih, orang Barat (sekalipun orang Amerika itu datangnya dari Timur). Sejak saat itu mereka berpikir untuk menjadi sekurang-kurangnya sama kuatnya dengan orang asing.
Untuk melihat kelanjutannya Jepang Pasca Restorasi Meiji, klik disini

0 Response to "Jepang Hampir Kehilangan Tuhannya ( Pra Meiji )"

Posting Komentar